Facebook

Kamis, 18 Agustus 2011

Orang Yang Mati Meninggalkan Puasa

Ucapan Penulis: “Siapa yang mati dan dia memiliki tanggungan puasa maka walinya berpuasa menggantikannya”.

Ini adalah masalah ketiga dan penulis mengisyaratkan kepada hadits ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha dalam Ash-Shahihain,
مَنْ مَاتَ ، وَعَلَيْهِ صِيَامٌ صَامَ عَنْهُ وَلِيُّهُ

“Barang siapa mati dalam kondisi dia terkena kewajiban puasa maka walinya berpuasa menggantikannya.”

Para ulama telah berbeda pendapat dalam menafsirkan hadits ini, apakah ini umum mencakup seluruh puasa atau terkhusus pada puasa nadzar saja. Karena diriwayatkan dalam Shahih Muslim dari hadits Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma seorang wanita berkata kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
إِنَّ أُمِّى مَاتَتْ وَعَلَيْهَا صَوْمُ نَذْرٍ أَفَأَصُومُ عَنْهَا قَالَ: أَرَأَيْتِ لَوْ كَانَ عَلَى أُمِّكِ دَيْنٌ فَقَضَيْتِيهِ أَكَانَ…. قَالَتْ نَعَمْ. قَالَ: فَصُومِى عَنْ أُمِّكِ

“Sesungguhnya ibuku meninggal dan dia terkena kewajiban puasa nadzar apakah aku berpuasa menggantikannya?” Beliau berkata: “Apakah engkau melihat kalau ibumu punya tanggungan hutang engkau akan membayarnya…?” Dia berkata: “Ya”. Beliau berkata: “Maka puasalah menggantikan ibumu!”

Dan sebagian ulama menjadikan hadits ini khusus pada puasa nadzar. Dan yang benar adalah bahwa hadits ini umum mencakup seluruh puasa, entah puasa nadzar atau puasa selain nadzar. Hal ini berdasarkan:

1. Keumuman hadits ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha di atas. Maka hadits itu tidak membedakan antara puasa nadzar dan selain puasa nadzar.

Kalau dikatakan kenapa yang umum ini tidak dibawa kepada dalil yang khusus?

Jawabannya: Tidak dibawanya yang umum kepada yang khusus dikarenakan perbedaan sebab datangnya hadits tersebut, dan sebagian ulama mengatakan untuk membawa makna umum kepada makna khusus pada dalil yang berbeda sebab seperti ini memerlukan tanda pendukung, dan tidak ada tanda pendukung di sini.

2. Dan kaidah mengatakan bahwa mengamalkan kedua dalil itu lebih baik dari pada mengamalkan salah satunya dan meninggalkan yang lain. Maka jadilah puasa nadzar juga dibayar dan puasa wajib juga dibayar.

Dan perlu dingat: digantikannya puasa seseorang yang telah meninggal ini dengan syarat bahwa dia sebenarnya memungkinkan menemukan waktu untuk menunaikan puasa tapi belum melakukannya. Contohnya orang yang sakit di bulan Ramdhan beberapa hari lalu sembuh dan dia menemukan waktu untuk mengganti puasa dan berharap akan mengganti puasanya, tapi sebelum melakukannya ajal sudah mendahuluinya maka dia digantikan berpuasa.

Adapun orang yang memang tidak memungkinkan menemui waktu untuk menunaikan puasa, yang benar menurut pendapat kebanyakan ulama bahwa dia tidak digantikan berpuasa dan tidak pula dibayarkan dengan memberi makan orang miskin. Contohnya: orang yang puasa sepuluh hari pertama lalu terkena sakit lalu tidak berpuasa dan sakitnya berlanjut sampai dia meninggal, sehingga belum menemukan waktu untuk ganti menunaikan puasa di waktu yang lain maka dia tidak digantikan berpuasa dan terangkat darinya dosa. Demikian pula kalaupun seandainya dia sakit di bualan Sya’ban lalu berlanjut sampai Ramadhan selesai lalu meninggal dan belum sempat puasa maka tidak digantikan berpuasa.

Apakah disyaratkan harus satu orang saja yang menggantikan berpuasa?

Jawab: Tidaklah disyaratkan bahwa harus satu orang saja yang berpuasa, bahkan boleh lebih dari satu orang, dibagi-bagi diantara anak-anaknya.

Dan Asy-Syaikh Muhammad Al-Imam hafizhahullah mengatakan: bahwa boleh digantikan puasa oleh kerabatnya ataupun selain kerabatnya. Al-Bukhary meriwayatkan dari Al-Hasan bahwa dia berkata: “Seandainya ada tiga puluh orang menggantikannya berpuasa maka itu sah.” Diriwayatkan bersambung oleh Ad-Daruquthny dan dishahihkan oleh Al-Albany.

Tambahan dari pelajaran Asy-Syaikh Muhammad Al-Imam hafizhahullah:

Diwajibkan dalam menunaikan ganti puasa ini secara berurutan jika memang asalnya puasa tersebut berurutan, seperti puasa kafarah jima’, puasa kafarah zhihar dan puasa kafarah karena salah bunuh.

Dan hukum menggantikan puasa ini adalah sunnah bagi sang wali, dengan alasan diperbolehkannya mengganti dengan memberi makan jika tidak mampu puasa dan bahwa seseorang tidak memikul dosa orang lain.

Bagaimana jika orang yang meninggal mewasiatkan bahwa si fulanlah yang harus menggantikan puasanya?

Jawab: Jika dia telah mewasiatkan dan orang yang diberi wasiat menyetujui maka wajib bagi yang diwasiati untuk menggantikan puasanya. Kemudian jika dia telah berusaha dan dia tidak mampu maka boleh menggantinya dengan memberikan makan.
Wallahu 'alam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar