Facebook

Jumat, 19 Agustus 2011

Masa Muda Adalah Masa Yang Penuh Kekuatan

بسم الله الرحمن الرحيم

الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله، أما بعد

Berikut adalah ringkasan dan nukilan dari nasehat Syaikh Muhammad Al-Imam hafizhahullah ta’ala. Nasehat ini beliau sampaikan pada tanggal 12 Agustus 2009 di markaz beliau Darul Hadits Ma’bar, Yaman –harasahallah ta’ala-.

Berkata Syaikh Muhammad Al-Imam hafizhahullah ta’ala:

“Usia atau masa remaja / muda adalah usia yang penuh dengan kekuatan, Allah Ta’ala berfirman,

الله الذي خلقكم من ضعف ثم جعل من بعد ضعف قوة

“Allah yang menciptakan kalian dalam kelemahan kemudian menjadikan setelah kelemahan itu kekuatan.”

Yang dimaksud kekuatan dalam ayat ini adalah masa remaja / muda.




Kekuatan ini adalah kekuatan yang berbentuk maknawi dan berbentuk kekuatan badan. Kekuatan ini mau tidak mau harus ditularkan dan disalurkan. Maka barangsiapa yang diberi taufiq oleh Allah Ta’ala dari kalangan pemuda, dia akan meletakkan kekuatan ini dalam hal yang bisa memberikan manfaat untuk agamanya, dunianya dan akhiratnya. Adapun yang tidak diberi taufiq oleh Allah ta’ala maka dia akan meletakkan kekuatan ini untuk perkara yang akan menghancurkan dirinya, sehingga kekuatan itu menjadi seperti api yang membakarnya. Oleh karena itu pemuda itu memiliki kekuatan semangat, kekuatan mengejar sesuatu, emosional yang cepat, kecemburuan yang kuat dan rasa ingin tahu yang sangat tinggi. Demikian juga pemuda memiliki sikap menerima segala sesuatu yang sangat kuat dengan penuh keadilan dan keinginan. Sehingga kekuatan itu bisa diarahkan pada kebaikan dan bisa diarahkan kepada yang tidak baik. Maka ini benar-benar terjadi pada diri seorang pemuda. Dan orang yang memperhatikan akan dakwah seruan yang ada pada masa ini (yang mengajak kepada kebaikan ataupun pada kejelekan) semua seruan itu banyak terarah (sasarannya) kepada para pemuda, dikarenakan mereka memiliki sifat yang kita sebutkan di atas (emosional yang tinggi, rasa ingin tahu yang tinggi dll).

Maka seorang pemuda jika mendapatkan taufiq dalam menyalurkan kekuatannya dalam ketaatan kepada Allah Ta’ala, maka ini merupakan taufiq yang hanya diberikan oleh Allah Ta’ala secara khusus kepada yang Dia kehendaki. Padahal masa muda adalah masa yang penuh dengan kerusakan, akan diancam dengan berbagai penyimpangan dan kerusakan. Barang siapa mendapatkan taufiq untuk menyalurkan kekuatan mudanya untuk memberikan manfaat yang baik untuk dirinya dan untuk memperbaiki dirinya, dalam melaksanakan agama Allah Ta’ala, maka ini adalah taufiq dari Allah Ta’ala yang hanya diberikn kepada yang Dia kehendaki.

Sedikit sekali engkau temukan pemuda yang menjalankan hal itu. Padahal Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa salam- bersabda hadits Abu Hurairah (muttafaq ‘alaih) “Tujuh golongan yang akan dinaungi oleh Allah pada saat yang tidak ada naungan kecuali naunganNya. (Diantara mereka adalah) seorang pemuda yang hidup dalam beribadah kepada Allah”. Hal itu dikarenakan dirinya terdidik untuk beribadah dan tumbuh dalam keadaan seperti itu, demikian juga akalnya dan hatinya terbentuk untuk suka beribadah. Dalam suatu ungkapan disebutkan, “siapa yang terdidik dan terbentuk diatas sesuatu dan dia terus menerus seperti itu serta terliputi sesuatu itu maka dia akan menyandang sesuatu itu”. Datang dalam hadits Uqbah bin Amir diriwayatkan oleh Imam Ahmad bahwa Rasulullah ‘alaihi shalatu wa salam bersabda “Sesungguhnya Rabbmu sangat heran terhadap pemuda yang tidak memiliki shabwah”. Artinya dia tidak memiliki seuatu yang menjerumuskan dia kepada hawa nafsu, kelalaian dan kesia-siaan. Hadits ini dianggap baik sanadnya oleh Al-Albany –rahimahullah-.

Jika seorang pemuda mendapatkan taufiq untuk suka kepada ilmu syar’i, suka menuntut ilmu kemudian suka beramal shalih, selamat dari fitnah yang menimpa kalangan pemuda, maka dia wajib untuk memuji dan bersyukur kepada Allah Ta’ala yang telah meberikan kemudahan kepada dirinya. Jika Allah ta’ala menjadikan adanya orang untuk membimbingmu dan menasehatimu serta menolongmu dalam kebaikan dan ilmu maka itu adalah taufiq dari Allah untukmu yang hanya diberikan kepada yang Dia kehendaki.

Ingatlah bahwa dakwah para Nabi, yang paling banyak menerimanya adalah kalangan pemuda, yaitu lebih banyak dari pada kalangan tua. Allah ta’ala berfirman mengabarkan tentang Musa ‘alaihi salam (yang maknanya) “Tidak ada yang beriman kepadanya (Musa) kecuali anak keturunan dari kaumnya”. Kata Ibnu Katsir “yang dimaksud keturunan dari kaumnya adalah para pemuda”. Dan Allah ta’ala berfirman (yang maknanya) “Mereka adalah para pemuda yang beriman kepada Rabb mereka maka Kami memberi tambahan petunjuk kepada mereka ….”

Demikian juga kalau kita melihat kondisi Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam, kebanyakan yang menerima dakwah beliau adalah para pemuda. Shahabat beliau kebanyakannya adalah para pemuda. Lihatlah sekumpulan pemuda tersebut (para shahabat) mereka menjadi makhluq yang paling utama setelah para nabi dan rasul dikarenakan mereka menerima al-haq dan dakwah Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam.

Namun kalau kita memperhatikan juga maka kita akan temukan bahwa golongan yang paling banyak menerima kerusakan dan kejelekan adalah para pemuda. Maka dari sini kita mengetahui bahwa pemuda itu butuh perhatian dan bimbingan, jika tidak maka mereka akan menjadi korban fitnah. Betapa banyak para pemuda terjatuh untuk ikut-ikutan dalam pengeboman dan peledakan dengan alasan melawan kebathilan, meskipun kata “melawan kebathilan” adalah kata yang baik tapi telah digunakan untuk kebatilan itu sendiri.

Maka para pemuda itu sangat butuh kepada yang mengarahkannya, yang memperhatikannya, dan bimbingan dari ahlul ilmi jika tidak mereka akan menjadi korban fitnah dan kerusakan. Jika mereka terus menerus berada dalam ilmu serta menuntut ilmu, mau menerima arahan dan bimbingan maka itu semua bentuk kebaikan pemuda itu. Sebagian salaf berkata: “Sesungguhnya merupakan ni’mat Allah Ta’ala bagi para pemuda adalah adanya taufiq untuk mengikuti sunnah dari awal masanya dan dia berteman dengan seorang sunny sehingga orang tersebut mebimbingnya kepada sunnah”. Oleh karena itu Abdullah bin wahb berkata: “Kalau bukanlah karena bershahabat dengan Malik dan Al-Laits niscaya aku telah tersesat”.

Demikian nasehat yang bisa dicuplikkan dari beliau dengan harapan bisa diambil ibrahnya. Wallahu a’lam bishawab.

1 komentar: