Facebook

Jumat, 02 September 2011

NIKAH MUT’AH TELAH DIMANSUKH (DIHAPUS) DARI SYARI’AT ISLAM


Pertanyaan: Apa pendapat anda tentang orang yang berhujjah atas bolehnya nikah mut’ah dengan firman Allah: “Maka apa yang telah kamu nikmati dari mereka, berikanlah kepada mereka maharnya (dengan sempurna).” (QS. An-Nisa:24) dan ia menyangka bahwa nikah mut’ah tidak dimansukh dalam syari’at islam?
Jawab: nikah mut’ah adalah seorang laki-laki menikahi seorang wanita dalam batas waktu tertentu dengan memberikan maharnya, seperti seminggu, sebulan, lebih atau kurang dari itu. Pernikahan model ini pernah diperbolehkan dalam syari’at islam kemudian hukumnya dimansukh untuk selama-lamanya, ini pendapat keumuman Ahlul Ilmi dan tidak ada yang menyelisihinya kecuali sebagian Syi’ah Ja’fariyah, pendapat mereka ini bathil tidak ada hujjahnya. Bahkan yang ternukilkan dari imam mereka adalah haramnya pernikahan mut’ah.
Adapun ayat yang kamu sebutkan pada pertanyaan tadi yaitu firman Allah “Maka apa yang telah kamu nikmati dari mereka, berikanlah kepada mereka maharnya (dengan sempurna).” (QS. An-Nisa:24) Maka sama sekali tidak ada dalil padanya atas bolehnya mut’ah karena yang dimaukan ayat ini adalah Zawajud Daim al-ma’ruf (pernikahan yang dikenal selama ini), yang menunjukkan hal ini adalah ayat sebelumnya
( وَالْمُحْصَنَاتُ مِنَ النِّسَاءِ إِلَّا مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ كِتَابَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ وَأُحِلَّ لَكُمْ مَا وَرَاءَ ذَلِكُمْ أَنْ تَبْتَغُوا بِأَمْوَالِكُمْ مُحْصِنِينَ غَيْرَ مُسَافِحِينَ فَمَا اسْتَمْتَعْتُمْ بِهِ مِنْهُنَّ فَآتُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ فَرِيضَةً وَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ فِيمَا تَرَاضَيْتُمْ بِهِ مِنْ بَعْدِ الْفَرِيضَةِ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيمًا حَكِيمًا ) سورة النساء الآية 24
“Dan (diharamkan juga kamu menikahi) wanita yang bersuami, kecuali budak-budak yang kamu miliki. (Allah Telah menetapkan hukum itu) sebagai ketetapan-Nya atas kamu. dan dihalalkan bagi kamu selain yang demikian (yaitu) mencari isteri-isteri dengan hartamu untuk dikawini bukan untuk berzina. Maka isteri-isteri yang Telah kamu nikmati (campuri) di antara mereka, berikanlah kepada mereka maharnya (dengan sempurna), sebagai suatu kewajiban; dan tiadalah Mengapa bagi kamu terhadap sesuatu yang kamu Telah saling merelakannya, sesudah menentukan mahar itu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.”(QS. An-Nisa:24)
Ayat ini datang setelah penyebutan jenis pernikahan yang diharamkan, baru kemudian disebutkan “dan dihalalkan bagi kamu selain yang demikian (yaitu)” untuk menjelaskan bolehnya pernikahan selain yang disebutkan. Maka apabila seseorang menikahi wanita yang boleh untuk dinikahi kemudian mencampurinya maka wajib memberikan maharnya secara sempurna. Maka ayat ini berbicara tentang wajibnya memberikan mahar kepada wanita yang telah dinikahi dan tidak ada hubungannya dengan nikah mut’ah, tidak dari jauh atau dekat.
Imam Qurthubi berkata, “Ibnu Khuwaiz Mandad berkata, ‘tidak boleh menjadikan ayat ini sebagai dalil atas bolehnya mut’ah karena rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam melarang pernikahan mut’ah dan mengharamkannya dan karena Allah berfirman, ‘maka nikahilah mereka dengan ijin wali-wali mereka.’ Dan telah maklum bahwa nikah yang mendapatkan ijin wali dari pihak wanita adalah nikah yang syar’i yaitu dengan wali dan dua orang saksi sedangkan nikah mut’ah tidak seperti itu.’.” (Tafsir Qurythubi 5/129-130)
(Fatawa Yas’alunaka 7/ 190)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar